A. Pengertian Biogas
Biogas adalah campuran gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik yang terjadi pada material-material yang dapat terurai secara alami dalam kondisi anaerobik. Bakteri metanogenik atau metanogen adalah bakteri yang terdapat pada bahan-bahan organik dan menghasilkan gas metana serta gas-gas lainnya dengan proses keseluruhan rantai hidupnya dalam keadaan anaerob. Sebagai organisme hidup, ada kecenderungan untuk menyukai kondisi tertentu dan peka pada iklim mikro dalam tempat hidupnya.
Terdapat banyak spesies dari metanogen dan variasi sifat-sifatnya. Perbedaan bakteri-bakteri pembentuk metan memiliki sifat-sifat fisiologi seperti bakteri pada umumnya. Namun, morfologi selnya heterogen. Beberapa ada yang berbentuk batang (basil) dan bulat (cocus). Sedangkan yang lainnya merupakan gabungan/tumpukan yang membentuk kluster bulat yang disebut sarcine. Famili metangen (bakteri metana) digolongkan menjadi empat genus berdasarkan perbedaan sitologinya. Bakteri berbentuk batang tidak berspora, methanobacterium berspora, methanobacillus. Bakteri berbentuk lonjong, yaitu Sarcine, methanosarcina, tidak termasuk grup sarcinal, methanococcus.
Bakteri methanogenik berkembang lambat dan sensitif terhadap perubahan mendadak pada kondisi-kondisi fisik dan kimiawi. Sebagai contoh, penurunan 2OC secara mendadak pada sludge memungkin secara signifikan berpengaruh pada laju pertumbuhannya dan laju produksi gas.
B. Bahan Input dan Sifat-sifatnya
Untuk membuat biogas diperlukan bebarapa bahan organik. Semua bahan yang dapat terurai secara organik dapat digunakan sebagai bahan input bioreaktor. Bahan input organik ini dipilih dari bahan yang mudah ditemukan dan murah secara ekonomi. Bahan organik yang dipilih setidaknya memenuhi beberapa kriteria, antara lain: nilai ekonomis bahan yang digunakan untuk menghasilkan biogas secara maksimal dan harga pencemaran lingkungan dapat dihindari dengan penguraian keluaran secara organik dari keluaran secara organik dari digester dengan cara ditaburkan ke lahan pertanian (bisa digunakan sebagai pupuk kompos/pupuk organik). Bahan ini antara lain limbah-limbah peternakan dan pertanian. Misalkan kotoran hewan ternak, sisa pohon palawija seperti pohon padi dan jagung, dan tanaman gulma seperti enceng gondok. Hal ini lah yang menjadikan kelebihan dari teknologi biogas yaitu kemampuan untuk menghasilkan biogas yang melimpah dengan bahan yang tersedia bebas dan murah, dan hasil buangan limbahnya pun masih dapat digunakan sebagai bahan pupuk organik.
C.
Proses
Fermentasi
Proses fermentasi mengacu pada berbagai reaksi dan intereaksi yang terjadi di antara bakteri metanogen dan non-metanogen serta bahan yang diumpankan ke dalam digester sebagai input. Ini adalah phisio-kimia yang kompleks dan proses biologis yang melibatkan berbagai faktor dan tahapan bentuk. Penghancuran input yang merupakan bahan organik dicapai dalam tiga tahapan, yaitu hidrolisa, acidification, methanization. Ketiga proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Persamaan kimia pada gambar di atas menunjukan bahwa banyak produk yang diperoleh dari hasil fermentasi secara anaerobik bahan input oleh bakteri metanogenik. Proses fermentasi berlangsung dari proses awal bahan baku input yang merupakan bahan organik (selulosa) difermentasi oleh bakteri metanogenik secara anaerob sehingga menghasilkan biogas (gas metana) dan gas CO2. Dalam proses ini secara jelas banyak faktor yang memfasilitasi dan menghambat proses fermentasi ini. Beberapa faktor tersebut antara lain nilai pH, suhu, laju pengumpanan, waktu retensi, toxicity dan sludge.
D. Pengelolaan Biogas
Biogas adalah campuran gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik yag terjadi pada material-material yang dapat terurai secara alami dalam kondisi anaerobik. Pada umumnya biogas terdiri atas gas metana (CH4) 50% sampai 70%, gas karbon dioksida (CO2) 30% sampai 40%, hidrogen (H2) 5% sampai 10%, dan gas-gas lainnya dalam jumlah yang sedikit. Biogas kira-kira memiliki berat 20% lebih ringan dibandingkan dengan udara bebas. Biogas memiliki suhu pembakaran antara 650OC – 750OC. Biogas tidak berbau dan tidak berwarna. Apabila dibakar, akan menghasilkan nyala api biru cerah seperti gas LPG. Nilai kalor gas metana adalah 20 MJ/m3 dengan efisiensi pembakaran sebesar 60% pada konvensional kompor biogas.
Bebarapa hal yang menarik dari pada teknologi biogas adalah kemampuannya untuk membentuk biogas dari limbah organik yang jumlahnya berlimpah dan tersedia secara bebas dan murah. Variasi dari sifat-sifat biokimia menyebabkan produksi biogas juga bervariasi. Sejumlah bahan organik dapat digunakan bersama-sama dengan beberapa persyaratan produksi gas atau pertumbuhan normal bateri metan sesuai. Beberapa sifat bahan organik tersebut mempunyai dampak/pengaruh yang nyata pada tingkat produksi gas.
1. Rasio C/N
Hubungan antara jumlah karbon dan nitrogen yang terdapat pada bahan organik dinyatakan dalam terminologi rasio karbon/nitrogen (C/N). Apabila rasio C/N sangat tinggi, nitrogen akan dikonsumsi sangat cepat oleh bakteri metanogenik sampai batas persyaratan protein dan tak lama bereaksi ke arah kiri pada kandungan karbon pada bahan. Sebagai akibatnya, produksi metan akan menjadi rendah. Sebaliknya, apabila rasio C/N sangat rendah, nitrogen akan bebas dan berakumulasi dalam bentuk amoniak (NH4). Amoniak ini akan meningkatkan derajat pH bahan dalam digester/ruang reaksi. pH lebih tinggi dari 8,5 akan mulai menunjukan akibat racun pada polusi bakteri metan.
2. Kotoran Hewan
Kotoran hewan, khususnya kotoran sapi, mempunyai rata-rata rasio C/N sekitar 24. Bahan tanaman seperti jerami dan limbah gergajian mengandung persentase karbon lebih tinggi. Rasio C/N dari beberapa limbah komoditas terdapat pada tabel 1. Bahan dengan rasio C/N-nya rendah sehingga didapatkan rata-rata rasio campuran input pada tingkat yang dikehendaki.
Tabel 1. Rasio C/N dari beberapa bahan organik.
Bahan
|
Rasio C/N
|
Kotoran bebek
Kotoran
manusia
Kotoran ayam
Kotoran
kambing
Kotoran babi
Kotoran domba
Kotoran
kerbau/sapi
Air hyacinth
Kotoran gajah
Jerami
(jagung)
Jerami (padi)
Jerami Gandum
Tahi gergaji
|
8
8
10
12
18
19
24
25
43
60
70
90
di atas
200
|
3. Pengadukan dan konsistensi input
Sebelum dimasukan ke dalam digester, kotoran sapi
dalam keadaan segar, dicampur dengan air dengan perbandingan 1 : 1, berdasarkan
unit volume yang sama. Namun, jika kotoran sapi tersebut kering, jumlah air
harus ditambah sampai kekentalan yang diingan, sehingga tidak tampak jauh
berbeda dengan kekentalan adukan kotoran sapi segar. Pengadukan dilakukan untuk
menjaga total partikel padat agar tidak mengendap pada dasar digester. Jika
terlalu pekat, partikel-partikel menghambat aliran gas yang terbentuk pada
bagian bawah digester. Sebagai akibatnya, produksi gas lebih sedikit dari pada
perolehan optimum.
4. Padatan tak stabil
Berat padatan organik terbakar habis pada suhu 538O
C didefinisikan sebagai padatan tak stabil. Potensi produksi biogas dari
bahan-bahan organik, dapat dikalkulasi berdasarkan kandungan padatan tak
stabil. Semakin tinggi kandungan padatan tak stabil dalam satu unit volume dari
kotoran sapi segar akan menghasilkan produksi gas yang semakin banyak.
5. Proses Fermentasi
Proses fermentasi atau proses pencemaran mengacu
berbagai reaksi dan interaksi yang terjadi di antara bakteri metanogen dan
non-metanogen dengan bahan yang diumpankan ke dalam pencerna sebagai input. Ini
adalah phisio-kimia yang komplek dan proses biologis yang melibatkan berbagai
factor dan tahapan bentuk. Penghancuran input yang merupakan bahan organik
dicapai dalam tiga tahapan, yaitu hidrolisa, acidification, dan methanization.
Persamaan tersebut menunjukan bahwa banyak produk hasil samping dan produk antara yang dihasilkan pada proses fermentasi input dalam kondisi anaerobik sebelum produk akhir (metana) diperoleh. Secara jelas, banyak faktor yang mempengaruhi dan menghambat proses fermentasi tersebut. Beberapa faktor tersebut antara lain.
Ø Nilai
pH
Produksi
biogas secara optimum dapat dicapai bila pH dari campuran input di dalam
digester berada pada kisaran 6 dan 7. Derajat keasaman (pH) dalam digester juga
merupakan fungsi waktu di dalam digester tersebut. Pada tahap awal proses
fermentasi, asam organik dalam jumlah besar diproduksi oleh bakteri pembentuk
asam, pH dalam digester dapat mencapai di bawah 5. Keadaan ini cenderung
menghentikan proses fermentasi. Bakteri-bakteri methanogenik sangat peka
terhadap pH dan tidak dapat bertahan hidup di bawah pH 6,6. Kemudian proses
fermentasi berlangsung, konsentrasi NH4 bertambah sehingga dapat
meningkatkan pH sehingga tercapai pH di atas 8. Ketika produksi metana dalam
kondisi stabil, kisaran nilai pH adalah 7,2 – 8,2.
Ø
Suhu
Bakteri
methanogen dalam keadaan tidak aktif pada kondisi suhu ekstrim tinggi maupun
rendah. Suhu optimum yaitu 35O C. Ketika suhu udara turun hingga 10O
C produksi gas terhenti. Produksi gas sangat bagus yaitu pada kisaran
mesofilik, antara suhu 25O C dan 30O C. Penggunaan
isolator yang memadai pada digester membantu produksi gas khususnya di daerah
dingin.
Ø
Laju pengumpanan
Laju
pengumpanan adalah jumlah bahan yang dimasukan ke dalam digester per unit
kapasitas per hari. Pada umumnya, 6 Kg kotoran sapi per m3 volume
digester adalah direkomendasikan pada suatu jaringan pengolahan kotoran sapi.
Apabila terjadi pemasukan bahan yang berlebih, akan terjadi akumulasi asam dan
produksi metana akan terganggu. Sebaliknya, bila pengumpanan kurang dari
kapasitas digester, produksi juga menjadi rendah.
Ø
Waktu tinggal di dalam
digester
Waktu
tinggal dalam digester adalah rata-rata periode waktu saat input masih berada
dalam digester dan proses fermentasi oleh bakteri metanogen. Dalam jaringan
dari digester dengan kotoran sapi, waktu tinggal dihitung dengan pembagian
volume total dari digester oleh volume input yang ditambahkan setiap hari.
Waktu tinggal juga tergantung pada suhu. Di atas 35O C atau suhu
lebih tinggi, waktu tinggal input semakin singkat.
Ø
Toxicity
Ion
mineral, logam berat, dan detergen adalah beberapa material racun yang
mempengaruhi pertumbuhan normal bakteri patogen di dalam digester. Ion mineral
dalam jumlah kecil (sodium, potasium, kalsium, amonium, dan belerang) juga
merangsang pertumbuhan bakteri. Namun, bila ion-ion ini dalam konsentrasi yang
tinggi, maka akan berakibat meracuni. Sebagai contoh NH4 pada
konsentrasi 50 hingga 200 mg/l, dapat merangsang pertumbuhan mikroba. Namun,
bila konsentrasi di atas 1.500 mg/l, akan mengakibatkan bakteri keracunan.
Tabel 2. Tingkatan
racun dari beberapa zat penghambat
Zat Penghambat
|
Konsentrasi
|
Sulfat
(SO42-)
Sodium
klorida (NaCl)
Nitrat
(dihitung sebagai N)
Tembaga
(Cu2+)
Khrome
(Cr3+)
Nikel
(Ni3+)
Natrium
(Na+)
Kalium
(K+)
Kalsium
(Ca2+)
Magnesium
(Mg2+)
Mangan
(Mn2+)
|
5,000 ppm
40,000 ppm
0,05 mg/l
100 mg/l
200 mg/l
200 – 500 mg/l
3,500 – 5,500
mg/l
2,500 – 4,500
mg/l
2,500 – 4,500
mg/l
1,000 – 1,500
mg/l
di atas 1,500 mg/l
|
Sumber: Chengdu Biogas
Research Institute, Chengdu, China (1989)
Ø
Sludge
Sludge
adalah limbah keluaran berupa lumpur dari lubang pengeluaran digester setelah
mengalami proses fermentasi oleh bakteri methanogenik dalam keadaan anaerobik.
Lumpur ini bebas pathogen serta dapat dipergunakan untuk memperbaiki kesuburan
tanah dan meningkatkan kesuburan tanaman (digunakan sebagai pupuk organik)
E. Proses Pembuatan Biogas
Dalam memproduksi biogas digunakan beberapa bahan input. Bahan input ini sebagian besar merupakan limbah dari peternakan dan pertanian yang sudah tidak terpakai namun masih bisa dimanfaatkan kembali. Pada umumnya, sebagian besar masyarakat Indonesia memanfaatkan limbah peternakan hanya sebatas membuatnya menjadi kompos dan untuk kemudian dijadikan pupuk. Begitu pula dengan limbah pertanian, limbah pertanian sering digunakan sebagai bahan pupuk kompos dan juga tidak dimanfaatkan begitu saja. Kedua jenis sumber limbah ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan biogas yang sangat melimpah.
1.
Biogas dari limbah
peternakan.
Peternak
sapi di Indonesia rata-rata memiliki 2 – 5 ekor sapi dengan lokasi yang
tersebar luas. Sapi yang memiliki bobot rata – rata 450 kg per ekor per hari
ini menghasilkan limbah yang sangat banyak, baik limbah padat maupun cair. Pada
umumnya peternak sapi memanfaatkan kotoran sapi secara sederhana, yaitu membuat
kompos. Bahkan ada pula yang langsung menebarkannya di lahan pertanian. Dan
perlakuan yang demikian ini bukan merupakan penanganan limbah yang tepat,
sehingga dapat menimbulan permasalahan lingkungan.
Bahan
limbah ternak yang dapat digunakan untuk dijadikan biogas antara lain kotoran
sapi, kotoran kerbau, kotoran kambing, kotoran ayam, kotoran bebek, dan kotoran
babi.
Proses
menghasilkan biogas dari kotoran ternak adalah sebagai berikut.
a. Siapkan
kotoran hewan ternak yang akan dimasukan ke dalam digester.
b. Kemudian
campurkan kotoran ternak tersebut dengan air dengan perbandingan 1 : 1 dengan
satuan volume yang sama.
c. Aduk
kotoran tersebut hingga campuran mengental dan bercampur secara sempurna.
d. Masukan
campuran tersebut ke dalam digester melalui lubang pemasukan. Pengisian awal
dilakukan sampai batas optimal lubang pengeluaran atau sekurang-kurangnya 60%
dari total volume digester.
e. Selanjutnya
diamkan selama 13 – 20 hari, tutup semua lubang yang terdapat digester, seperti
lubang pengeluaran, masukan dan keran saluran pipa/kran gas. Tujuannya agar
terjadi fermentasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam kondisi anaerob.
Hasil fermentasi akan terlihat pada hari ke 14 dan biasanya biasanya gas metana
akan terkumpul di bagian atas kubah digester. Gas pertama yang terbentuk jangan
dibakar, karena masih banyak campuran gas lainnya. Sebaiknya gas tersebut
dikeluarkan dengan cara membuka kran.
f. Agar
biogas di dalam digester tersedia setiap saat maka setiap hari sebelum
digunakan sebaiknya memasukan kotoran sapi yang dicampurkan air ke dalam
digester. Gas akan diproduksi terus menerus. Namun, hal ini tergantung dari
pemeliharaan dan cuaca. Untuk mendeteksi adanya biogas, dapat dilihat dari alat
kontrol gas yang terpasang.
Jika
sudah tersedia cukup biogas dalam digester maka gas pun dapat disalurkan menuju
kompor gas melalui instalasi pipa gas untuk digunakan.
2. Biogas
dari limbah pertanian.
Limbah
pertanian merupakan sumber bahan organik yang tersedia dalam jumlah banyak dan
terus-menerus diproduksi, tetapi belum termanfaatkan secara optimal. Limbah
tersebut dihasilkan selama proses produksi di lapangan, panen, dan pascapanen.
Beberapa limbah pertanian mengandung bahan organik berupa karbohidrat, protein,
lemak dan bahan penyusun lainnya. Pada dinding selnya terkandung selulosa,
hemiselulosa, dan lignin.
Bahan
organik dari limbah pertanian masih dapat diuraikan menjadi bentuk lain secara
aerob maupun anaerob. Hasil akhir dari kedua macam fermentasi tersebut berbeda,
tergantung dari cara yang digunakan. Fermentasi secara aerob akan menghasilkan
humus, amonia (NH3), dan karbon dioksida (CO2). Proses
fermentasi secara anaerob akan menghasilkan biogas dan limbah (sludge). Dalam
hal pemanfaatan yang limbah yang demikian ini, jika proses fermentasi secara
anaerob yang akan menghasilkan biogas maka limbah pertanian memiliki potensi
yang sangat baik untuk dijadikan sebagai bahan input pembuatan biogas.
Proses
pembuatan biogas dari limbah pertanian, misalkan jerami padi adalah sebagai
berikut:
a. Siapkan
bahan berupa limbah jerami sebanyak 40 kg.
b. Cacah
jerami padi tersebut sehingga ukuran panjangnya menjadi 4 – 5 cm.
c. Masukan
cacahan jerami tersebut ke dalam bak/wadah penampung.
d. Tambahkan
air sebanyak 120 liter atau sehingga perbandingan air dan jerami padi adalah 1
: 3.
e. Masukan
campuran bahan tersebut ke dalam
digester hingga penuh. Diamkan selama 30 – 45 hari agar terbentuk gas yang
diinginkan (biogas). Lakukan pengadukan setiap lima hari sekali melalui lubang
pemasukan atau pengeluaran.
f. Gas
akan terbentuk setelah 30 – 45 hari. Untuk mendeteksi adanya gas, buka keran
yang menghubungkan gas dengan kompor, lalu menyulutnya dengan api. Jika
menyala, berarti sudah terbentuk biogas sehingga sudah dapat dimanfaatkan
sesuai kebutuhan. Supaya produksi gas dapat dilakukan setiap hari, tambahkan
campuran 2 kg cacahan jerami padi dan 6 liter air ke dalam digester.
F. Pemanfaatan Biogas
Biogas
merupakan gas hasil fermentasi yang dilakukan oleh bakteri methanogenic
terhadap zat karbohidrat atau selulosa. Hasil fermentasi ini menghasilkan gas
metana (CH4) yang merupakan gas mudah terbakar. Gas metana ini
memiliki manfaat yang tidak jauh berbeda dari gas LPG atau LNG dari sumber
bahan bakar fosil.
Saat
ini pemanfaatan biogas yaitu digunakan secara modern sebagai sumber bahan bakar
alternatif pengganti bahan bakar fosil. Bukan hanya digunakan untuk sekedar
kompor biogas saja, biogas juga bisa digunakan untuk mengoperasikan generator
listrik berbahan bakar biogas.
Sebelum
menggunakan biogas sebagai bahan bakar, terlebih dahulu siapkan kompor atau
generator yang sudah dimodifikasi sehingga dapat memakai bahan bakar biogas.
Kini, untuk mendapatkan kompor biogas atau generator biogas dapat dengan mudah
dipesan kepada pembuat kompor atau generator modifikasi yang ada di pasaran.
Untuk
menggunakan biogas pada kompor biogas, sebelum kompor dinyalakan pastikan
digester mengandung bioga. Adapun cara menggunakan kompor biogas sebaiknya
mengikuti langkah-langkah berikut.
1.
Buka kran gas secara
perlahan sehingga gas akan mengalir ke kompor.
2.
Lalu, nyalakan penyulut
api dekat kompor.
3.
Setelah itu, dekatkan
penyulut yang telah menyala pada tungku yang telah dibuka kran gasnya sehingga
kompor menyala normal. Atur nyala api sesuai dengan kebutuhan.
4.
Pastikan kebutuhan gas
mencukupi untuk kegiatan memasak dengan melihat tekanan gas pada alat kontrol.
Jika sudah masak, matikan kompor biogas dengan cara menutup kran gas. Pastikan
kran tertutup dengan baik dan aman.
Selain
digunakan untuk kompor biogas, biogas juga dapat dimanfaatkan untuk
mengoperasikan generator listrik biogas. Cara menghidupkan mesin generator
listrik biogas adalah sebagai berikut:
1.
Pastikan persediaan gas
cukup untuk waktu dan kapasitas listrik yang digunakan.
2.
Pastikan saluran gas
yang menuju generator sudah terpasang dengan baik.
3.
Buka kran gas dengan
perlahan sehingga gas mengalir ke dalam generator.
4.
Hidupkan mesin
generator dengan menarik tali starter.
5.
Setelah mesin generator
menyala dengan normal, tunggu beberapa menit sampai lampu indikator menyala,
kemudian masukan kabel ke terminal listrik (colokan listrik) untuk mendapatkan
aliran listrik.
6.
Bila pemakaian sudah
selesai, matikan mesin generator dengan cara menutup kran gas yang menuru ke
generator listrik.
7.
Mesin hanya dapat
digunakan dalam waktu pengoperasian selama 5 jam, namun setelah mesin dingin,
generator dapat dihidupkan kembali.
Teknologi biogas merupakan salah satu
teknik yang tepat guna untuk mengolah limbah, baik limbah peternakan maupun
limbah pertanian untuk menghasilkan energi. Hasil pengolahan limbah ini dengan
konsep akhir yang menghasilkan produk berdaya guna sebagai bahan bakar gas
(biogas) dan pupuk organik padat/cair bermutu baik. Dua jenis produk ini sangat
membantu permasalah bahan bakar energi dan kebutuhan pupuk organik.
Penggunaan biogas sebagai bahan bakar
gas sangat efektif dan bermanfaat sebagai pengganti bahan bakar minyak,
khususnya minyak tanah, yang dipergunakan untuk memasak. Biogas untuk skala
rumah tangga biasanya memiliki komposisi sebagai berikut.
Jenis Kandungan Gas
|
Volume (%)
|
Metana (CH4)
|
50 – 60
|
Karbondioksida (CO2)
|
30 – 40
|
O2, H2, dan H2S
|
1 – 2
|
Nilai kalori dari 1 m3 biogas
setara dengan 0,6 – 0,8 liter minyak tanah. Untuk menghasilkan listrik 1 kwh
dibutuhkan 0,6 – 1 m3 biogas yang setara dengan 0,52 liter minyak
solar. Oleh karena itu, biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar
alternatif yang ramah lingkunagan sebagai pengganti minyak tanah, Liquified Petroleum Gas (LPG), butana,
batubara, maupun bahan-bahan lain yang berasal dari fosil. Kesetaraan biogas
dapat dilihat pada tabel berikut.
Volume Biogas
|
Bahan Bakar Lain
|
1 m3 Biogas
|
LPG 0,46 kg
|
Minyak tanah 0,62 liter
|
|
Minyak solar 0,52 liter
|
|
Bensin 0,8 liter
|
|
Gas kota 1,50 m3
|
|
Kayu bakar 3,5 kg
|
Biogas dapat dipergunakan dengan cara
yang sama seperti gas-gas mudah terbakar yang lainnya. Pembakaran biogas
dilakukan dengan mencampurnya dengan sebagian oksigen. Namun demikian, untuk
mendapatkan hasil pembakaran yang optimal, perlu dilakukan prakondisi sebalum
biogas dibakar yaitu melalui proses pemurnian/penyaringan. Hal ni karena biogas
mengandung beberapa gas lain yang tidak menguntungkan, sebagai salah satu
contoh, kandungan gas hidrogen sulfida yang tinggi yang terdapat dalam biogas
jika dicampur dengan oksigen dengan perbandingan 1 : 20 maka akan menghasilkan
gas yang sangat mudah meledak. Namun, sajauh ini belum pernah dilaporkan
terjadinya ledakan pada sistem biogas sederhana.
G. Dampak dari Penggunaan Biogas
Dalam penggunaan biogas sangat efektif
dalam pemberian manfaat sebagai sumber energi alternatif. Kita dapat
memanfaatkan berbagai limbah dari peternakan dan pertanian untuk dijadikan
biogas. Sehingga setidaknya dapat mengurangi permasalahan lingkungan yang
disebabkan oleh limbah tersebut.
Bukan hanya itu, penggunaan biogas
sangat efektif untuk mengurangi terhadap eksploitasi bahan bakar fosil. Selain
proses yang mudah, ketersediaan bahan baku pembuatan biogas sangat mudah
didapatkan, sehingga masyarakat dapat menghemat keuangan rumah tangganya untuk
membayar bahan bakar minyak / bahan bakar fosil. Selain dari pada itu, hal ini
secara tidak langsung dapat membantu pemerintah dalam berhemat bahan bakar
fosil dan mengurangi anggaran subsidi terhadap bahan bakar minyak.
Namun, dibalik semua manfaat yang kita
dapatkan, ada beberapa dampak negatif yang akan dirasakan oleh masyarakat dalam
jangka panjang. Gas metana (CH4) yang terkandung dalam biogas
termasuk gas yang dapat menimbulkan efek rumah kaca, dan ini akan menyebabkan
pemanasan global. Hal ini karena gas metana memiliki dampak 21 kali lebih
tinggi dibandingakan dengan gas karbondioksida (CO2). Pengurangan
gas metana secara lokal dapat berperan positif dalam upaya mengatasi masalah
global, terutama efek rumah kaca yang berakibat pada perubahan iklim global.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus