PEMBAHASAN KESEHATAN LINGKUNGAN
A.
Pengertian Kesehatan Lingkungan
Kesehatan
lingkungan adalah kesehatan yang sangat penting bagi kelancaran kehidupan di
bumi, karena lingkungan adalah tempat di mana pribadi itu tinggal. Lingkungan
yang sehat dapat dikatakan sehat bila sudah memenuhi syarat-syarat lingkungan
yang sehat. Kesehatan lingkungan yaitu bagian integral ilmu kesehatan
masyarakat yang khusus menangani dan mempelajari hubungan manusia dengan
lingkungan dalam keseimbangan ekologis. Jadi kesehatan lingkungan merupakan
bagian dari ilmu kesehatan mayarakat
B. Syarat-syarat Lingkungan Yang Sehat
Syarat-syarat
yang harus ada dan dipenuhi dalam rangka membuat lingkungan sehat antara lain :
1.
Keadaan Air
Air yang sehat adalah air yang tidak
berbau, tidak tercemar dan dapat dilihat kejernihan air tersebut, kalau sudah
pasti kebersihannya dimasak dengan suhu 1000 C, sehingga bakteri
yang di dalam air tersebut mati.
2.
Keadaan Udara
Udara yang sehat adalah udara yang
didalamnya terdapat yang diperlukan, contohnya oksigen dan di dalamnya tidka
tercear oleh zat-zat yang merusak tubuh, contohnya zat CO2 (zat karbondioksida).
3.
Keadaan tanah
Tanah yang sehat adalah tamah yamh
baik untuk penanaman suatu tumbuhan, dan tidak tercemar oleh zat-zat logam
berat.
C.
Cara-cara Pemeliharaan Kesehatan Lingkungan
Ada berbagai macam cara untuk memelihara lingkungan
agar tetap sehat. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Tidak mencemari air dengan membuang sampah di sungai.
2.
Mengurangi penggunaan kendaraan bermotor.
3.
Mengolah tanah sebagaimana mestinya.
4.
Menanam tumbuhan pada lahan-lahan kosong.
D.
Tujuan Pemeliharaan Kesehatan Lingkungan
1.
Mengurangi Pemanasan Global
Dengan
menanam tumbuhan sebanyak-banyaknya pada lahan kosong, maka kita juga ikut
serta mengurangi pemanasan global, karbon, zat O2 (okseigen) yang dihasilkan
tumbuh-tumbuhan dan zat tidak langsung zat CO2 (carbon) yang menyebabkan
atmosfer bumi berlubang ini terhisap oleh tumbuhan dan secara langsung zat O2
yang dihasilkan tersebut dapat dinikmati oleh manusia tersebut untuk bernafas.
2.
Menjaga Kebersihan Lingkungan
Dengan lingkungan yang sehat maka
kita harus menjaga kebersihannya, karena lingkungan yang sehat adalah
lingkungan yang bersih dari segala penyakit dan sampah. Sampah adalah musuh
kebersihan yang paling utama. Sampah dapat dibersihkan dengan cara-cara sebagai
berikut ;
a. Membersihkan Sampah Organik
Sampah organik adalah sampah yang
dapat dimakan oleh zat-zat organik di dalam tanah, maka sampah organik dapat
dibersihkan dengan mengubur dalam-dalam sampah organik tersebut, contoh sampah
organik:
1. Daun-daun tumbuhan
2. Ranting-ranting tumbuhan
3. Akar-akar tumbuhan
b. Membersihkan Sampah Non Organik
Sampah non organik adalah sampah
yang tidak dapat hancur (dimakan oleh zat organik) dengan sendirinya, maka
sampah non organik dapat dibersihkan dengan membakar sampah tersebut dan lalu
menguburnya.
E. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
—-Menurut
World Health Organization (WHO) ada 17 ruang lingkup kesehatan
lingkungan, yaitu:
- Penyediaan Air Minum
- Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran
- Pembuangan Sampah Padat
- Pengendalian Vektor
- Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta
manusia
- Higiene makanan, termasuk higiene susu
- Pengendalian pencemaran udara
- Pengendalian radiasi
- Kesehatan kerja
- Pengendalian kebisingan
- Perumahan dan pemukiman
- Aspek kesling dan transportasi udara
- Perencanaan daerah dan perkotaan
- Pencegahan kecelakaan
- Rekreasi umum dan pariwisata
- Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan
keadaan epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk
- Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin
lingkungan.
Di
Indonesia, ruang lingkup kesehatan lingkungan diterangkan dalam Pasal 22 ayat
(3) UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup kesehatan lingkungan ada 8, yaitu:
- Penyehatan Air dan Udara
- Pengamanan Limbah padat/sampah
- Pengamanan Limbah cair
- Pengamanan limbah gas
- Pengamanan radiasi
- Pengamanan kebisingan
- Pengamanan vektor penyakit
- Penyehatan dan pengamanan lainnya, sepeti keadaan pasca
bencana.
F.
Sasaran Kesehatan Lingkungan
Menurut
Pasal 22 ayat (2) UU 23/1992, Sasaran dari pelaksanaan kesehatan lingkungan
adalah sebagai berikut:
- Tempat umum : hotel, terminal, pasar, pertokoan, dan
usaha-usaha yang sejenis.
- Lingkungan pemukiman : rumah tinggal, asrama/yang
sejenis.
- Lingkungan kerja : perkantoran, kawasan industri/yang
sejenis.
- Angkutan umum : kendaraan darat, laut dan udara yang
digunakan untuk umum.
- Lingkungan lainnya : misalnya yang bersifat khusus
seperti lingkungan yang berada dlm keadaan darurat, bencana perpindahan
penduduk secara besar2an, reaktor/tempat yang bersifat khusus.
G.
Masalah-masalah Kesehatan Lingkungan di Indonesia.
Masalah
Kesehatan lingkungan merupakan masalah kompleks yang untuk mengatasinya
dibutuhkan integrasi dari berbagai sektor terkait. Di Indonesia permasalah
dalam kesehatan lingkungan antara lain:
1.
Air Bersih
Air bersih adalah air yang digunakan
untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan
dapat diminum apabila telah dimasak. Air minum adalah air yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Syarat-syarat Kualitas Air Bersih
diantaranya adalah sebagai berikut :
·
Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak
berwarna
·
Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3
mg/l, Kesadahan (maks 500 mg/l)
·
Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0
per 100 ml air)
2.
Pembuangan Kotoran/Tinja
Metode pembuangan tinja yang baik
yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai berikut:
·
Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi
·
Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin
memasuki mata air atau sumur
·
Tidak boleh terkontaminasi air permukaan
·
Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain
·
Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar ; atau, bila
memang benar-benar diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin
·
Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap
dipandang
·
Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak
mahal.
3.
Kesehatan Pemukiman
Secara umum rumah dapat dikatakan
sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
·
Memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu : pencahayaan,
penghawaan dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang
mengganggu
·
Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu : privacy yang cukup,
komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah
·
Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit
antarpenghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah
rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak
berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari
pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup
·
Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik
yang timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan
garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar,
dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.
4.
Pembuangan Sampah
Teknik pengelolaan sampah yang baik
dan benar harus memperhatikan faktor-faktor/unsur, berikut:
·
Penimbulan sampah. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
sampah adalah jumlah penduduk dan kepadatanya, tingkat aktivitas, pola
kehidupan/tk sosial ekonomi, letak geografis, iklim, musim, dan kemajuan
teknologi
·
Penyimpanan sampah
·
Pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali
·
Pengangkutan
·
Pembuangan
Dengan mengetahui unsur-unsur
pengelolaan sampah, kita dapat mengetahui hubungan dan urgensinya masing-masing
unsur tersebut agar kita dapat memecahkan masalah-masalah ini secara efisien.
5.
Serangga dan Binatang Pengganggu
Serangga sebagai reservoir (habitat
dan survival) bibit penyakit yang kemudian disebut sebagai vektor
misalnya : pinjal tikus untuk penyakit pes/sampar, Nyamuk Anopheles sp untuk
penyakit Malaria, Nyamuk Aedes sp untuk Demam Berdarah Dengue (DBD), Nyamuk
Culex sp untuk Penyakit Kaki Gajah/Filariasis.
Penanggulangan/pencegahan dari
penyakit tersebut diantaranya dengan merancang rumah/tempat pengelolaan makanan
dengan rat proff (rapat tikus), Kelambu yang dicelupkan dengan pestisida
untuk mencegah gigitan Nyamuk Anopheles sp, Gerakan 3 M (menguras mengubur dan
menutup) tempat penampungan air untuk mencegah penyakit DBD, Penggunaan kasa
pada lubang angin di rumah atau dengan pestisida untuk mencegah penyakit kaki
gajah dan usaha-usaha sanitasi.
Binatang pengganggu yang dapat
menularkan penyakit misalnya anjing dapat menularkan penyakit rabies/anjing
gila. Kecoa dan lalat dapat menjadi perantara perpindahan bibit penyakit ke
makanan sehingga menimbulakan diare. Tikus dapat menyebabkan Leptospirosis dari
kencing yang dikeluarkannya yang telah terinfeksi bakteri penyebab.
6.
Makanan dan Minuman
Sasaran higiene sanitasi makanan dan
minuman adalah restoran, rumah makan, jasa boga dan makanan jajanan (diolah
oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan
siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah
makan/restoran, dan hotel).
Persyaratan higiene sanitasi makanan
dan minuman tempat pengelolaan makanan meliputi:
·
Persyaratan lokasi dan bangunan
·
Persyaratan fasilitas sanitasi
·
Persyaratan dapur, ruang makan dan gudang makanan
·
Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi
·
Persyaratan pengolahan, penyimpanan bahan makanan dan
makanan jadi
·
Persyaratan peralatan yang digunakan
PEMBAHASAN ETIKA LINGKUNGAN
dan PENGEMBANGAN PEMUKIMAN
A.
Etika Lingkungan Hidup
Dalam setiap menjalani kehidupan, kita dibatasi oleh
etika. Apakah bentuknya tertulis apakah konvensi atau semacam kesepakatan
normatif. Etika mengantarkan kita untuk hidup teratur sejalan dengan norma yang
berlaku. Karena itu dalam prakteknya mereka yang melanggar etika bisa terkena
hukuman. Kalau dalam suatu organisasi disebut terkena hukuman mulai dari
peringatan sampai pemecatan sebagai karyawan. Kalau di masyarakat disebut
sebagai sanksi sosial seperti dikucilkan dari sistem kehidupan sosial.
Masalah yang begitu kompleks yang sering dihadapi oleh
para manajer dalam perusahaan adalah dalam menghadapi tingkah laku karyawan.
Keadaan ini bisa menjadi tekanan dan bahkan tantangan dalam menerapkan aspek
etika kerja seperti ketidak-jujuran, ketidak-disiplinan, ketidak-adilan,
kecurangan pertanggung-jawaban administrasi, keegoan dsb. Karena itu munculah
perhatian yang besar bagaimana caranya agar para karyawan dan tentunya juga
manajer bekerja dengan standar etika kerja tertentu.
Etika kerja adalah aturan normatif yang mengandung
sistem nilai dan prinsip moral yang merupakan pedoman bagi karyawan dalam
melaksanakan tugas pekerjaannya dalam perusahaan. Agregasi dari perilaku
karyawan yang beretika kerja merupakan gambaran etika kerja karyawan dalam
perusahaan. Karena itu etika kerja karyawan secara normatif diturunkan
dari etika bisnis. Bahkan dia diturunkan dari perilaku etika pihak manajemen.
Konsekuensinya, etika tidak diterapkan atau
ditujukan hanya untuk para karyawan saja. Artinya kebijakan manajemen yang menyangkut
karyawan seharusnya pula beretika, misalnya keadilan dan keterbukaan dalam hal
kompensasi, karir, dan evaluasi kinerja karyawan. Termasuk dalam menerapkan
gaya kepemimpinan yang integratif. Jadi setiap keputusan etika dalam perusahaan
tidak saja dikaitkan dengan kepentingan manajemen tetapi juga karyawan.
Pelembagaan dan pembudayaan etika kerja sangat penting dilakukan agar setiap
elemen organisasi selalu mematuhi kaidah-kaidah norma kehidupan berorganisasi
dengan baik.
Etika lingkungan hidup, berhubungan dengan perilaku
manusia terhadap lingkungan hidupnya, tetapi bukan berarti bahwa manusia adalah
pusat dari alam semesta (antroposentris). Lingkungan hidup adalah lingkungan di
sekitar manusia, tempat dimana organisme dan anorganisme berkembang dan berinteraksi,
jadi lingkungan hidup adalah planet bumi ini. Ini berarti manusia, organisme
dan anorganisme adalah bagian integral dari dari planet bumi ini. Hal ini perlu
ditegaskan sebab seringkali manusia bersikap seolah-olah mereka bukan merupakan
bagian dari lingkungan hidup.
Sikap dan
perilaku seseorang terhadap sesuatu sangat ditentukan oleh bagaimana
pandangan seseorang terhadap sesuatu itu. Manusia memiliki pandangan tertentu terhadap
alam, dimana pandangan itu telah menjadi landasan bagi tindakan dan
perilaku manusia terhadap alam. Pandangan tersebut dibagi dalam tiga teori utama, yang dikenal
sebagai Shallow Environmental Ethics, Intermediate
Environmental Ethics, and Deep Environmental Ethics. Ketiga teori ini dikenal juga sebagai Antroposentrisme, Biosentrisme, dan Ekosentrisme.
Antroposentrisme
Dinamakan
berdasar kata antropos yang berarti manusia, adalah suatu pandangan yang menempatkan manusia sebagai
pusat dari sistem alam semesta. Karena pusat pemikiran adalah manusia,
maka kebijakan terhadap alam harus diarahkan untuk mengabdi pada
kepentingan manusia. Alam dilihat hanya sebagai objek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan
manusia.
Dengan
demikian alam dilihat tidak memiliki nilai dalam dirinya sendiri. Alam
dipandang dan diperlakukan hanya sebagai alat bagi pencapaian tujuan
manusia. Namun, dalam sikapnya yang dianggap semena-mena terhadap
alam, pandangan ini juga peduli terhadap alam. Manusia membutuhkan
lingkungan hidup yang baik, maka demi kepentingan hidupnya, manusia
memiliki kewajiban memeliharan dan melestarikan alam lingkungannya. Kalaupun manusia
bersifat peduli terhadap alam, hal itu dilakukan semata-mata demi menjamin
kebutuhan dan kepentingan hidup manusia, dan bukan atas pertimbangan
bahwa alam mempunyi nilai pada dirinya sendiri. Teori ini jelas
bersifat egoistme, karena hanya mengutamakan kepentingan manusia.
Itulah sebabnya teori ini dianggap sebagai sebuah etika lingkungan yang dangkal
dan sempit (Shallow Environmental Ethics).
Biosentrisme
Adalah
suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yang mempunyai nilai dalam dirinya
sendiri, lepas dari kepentingan manusia. Dengan demikian, biosentrisme menolak teori
antroposentrisme yang menyatakan bahwa hanya manusialah yang mempunyai
nilai dalam dirinya sendiri. Teori biosentrisme
berpandangan bahwa makhluk hidup bukan hanya manusia saja. Pandangan biosentrisme mendasarkan kehidupan
sebagai pusat perhatian. Maka, kehidupan setiap makhluk
dibumi ini patut dihargai, sehingga harus dilindungi dan diselamatkan.
Biosentrisme
melihat alam dan seluruh isinya memilki harkat dan nilai dalam
dirinya sendiri. Alam memiliki nilai justru karena ada kehidupan yang terkandung
didalamnya. Manusia hanya dilihat sebagai salah satu bagian saja dari seluruh
kehidupan yang ada di muka bumi, dan bukanlah merupakan pusat dari seluruh alam
semesta. Maka secara biologis, manusia tidak ada bedanya dengan makhluk hidup lainnya.
Ekosentrisme
Pandangan
ini didasarkan pada pemahaman bahwa secara ekologis, baik makhluk hidup
maupun benda-benda abiotik saling terkait satu sama lain. Air di sungai, yang termasuk abiotik,
sangat menentukan bagi kehidupan yang ada di dalamnya. Udara, walaupun tidak termasuk makhluk
hidup, namun sangat menentukan bagi kelangsungan seluruh
makhluk hidup. Jadi, ekosentrisme selain sejalan dengan biosentrisme (dimana
kedua-duanya sama-sama menentang teor antroposentrisme) juga mencakup
komunitas yang lebih luas, yakni komunitas ekologis seluruhnya.
Ekosentrisme
disebut juga Deep Environtmental Ethics, yaitu pengakuan bahwa seluruh organisme dan makhluk hidup adalah
anggota yang sama statusnya dari suatu keseluruhan yang terkait. Sehingga
mempunyai suatu martabat yang sama. Ini menyangkut
suatu pengakuan bahwa hak untuk hidup dan berkembang untuk semua makhluk (baik hayati maupun non-hayati) adalah sebuah
hak universal yang tidak bisa diabaikan.
B.
Manusia dan Krisis Ekologi
Sonny
Keraf, pengamat
lingkungan hidup serta mantan menteri lingkungan hidup. Beliau pernah
berujar bahwa masalah lingkungan hidup memiliki kesatuan dengan masalah
moral, atau persoalan perilaku manusia. Dengan demikian, krisis ekonomi
global yang kita alami dewasa ini adalah juga merupakan persoalan moral, atau
krisis moral secara global. Karena menjadi krisis moral kita
perlu etika dan moralitas untuk mengatasinya. Krisis
lingkungan dewasa ini hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan cara
pandang dan perilaku manusia terhadap alam.
Yang
dibutuhkan adalah sebuah pola hidup atau gaya hidup baru yang tidak
hanya menyangkut orang perorang, tetapi juga lingkungan masyarakat secara
keseluruhan. Artinya dibutuhkan etika lingkungan hidup yang
menuntut manusia untuk berinteraksi dalam alam semesta. Dengan ini
bisa dikemukakan bahwa krisis lingkungan global yang kita alami
saat ini sebenarnya bersumber pada kesalahan pemahaman atau cara pandang
manusia mengenai dirinya, alam, dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem. Manusia keliru memandang
dan keliru menempatkan diri dalamkonteks alam semesta seluruhnya. Dan inilah
awal dari semua bencana lingkungan hidup yang kita alami sekarang. Oleh
karena itu, pembenahan harus pula menyangkut pembenahan cara pandang
dan perilaku manusia dalam berinteraksi baik
dengan alam maupun dengan manusia lain dalam keseluruhan ekosistem.
Kesalahan
cara pandang ini bersumber dari etika antroposentrisme, yang memandang bahwa manusia sebagai
pusat alam semesta, dan hanya manusia yang mempunya nilai, sementara alam dan
segala isinya sekedar alat bagi pemuasan kebutuhan dan kepentingan hidup
manusia. Manusia dianggap berada di luar, di atas dan terpisah dari alam. Bahkan,
manusia dipahami sebagai penguasa atas alam yang boleh melakukan apa saja.
Cara pandang seperti ini melahirkan sikap dan perilaku eksploitatif tanpa
kepedulian sama sekali terhadap alam dan segala isinya yang dianggap tidak mempunyai
nilai pada diri sendiri. Oleh karena itu, dapat disampaikan
beberapa prinsip yang relevan untuk lingkungan hidup. Prinsip-prinsip ini
yang dilatarbelakangi oleh krisis ekologi yang bersumber pada cara pandang dan
perilaku manusia. Prinsip-prinsip ini antara lain:
1.
Prinsip sikap hormat terhadap alam (Respect for Nature)
Dari ketiga teori lingkungan hidup,
ketiganya sama-sama mengakui bahwa alam perlu dihormati. Hormat terhadap alam
merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam
semesta seluruhnya. Dengan kata lain, alam mempunyai hak untuk dihormati,
tidak saja karena kehidupan manusia bergantung pada alam, tetapi terutama
karena kenyataan bahwa manusia adalah satu kesatuan dari alam.
2.
Prinsip Tanggung
Jawab (Moral Responsibility for
Nature)
Setiap bagian dan benda di alam semesta ini diciptakan oleh
Tuhan dengan tujuannya masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk
kepentingan manusia atau tidak. Oleh karena itu, manusia sebagai
bagian dari alam semesta bertanggung jawab pula untuk menjaganya. Prinsip
ini menuntut manusia untuk mengambil usaha, kebijakan dan tindakan bersama
secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya. Itu berarti
kelestarian dan kerusakan alam semesta merupakan tanggung jawab bersama seluruh
umat manusia. Wujud konkretnya, semua orang harus bisa bekerja sama,
bahu-membahu untuk menjaga dan melestarikan alam, dan mencegah serta memulihkan kerusakan alam dan segala
isinya. Hal ini juga akan terwujud dalam bentuk mengingatkan, melarang dan
menghukum siapa saja yang secara sengaja ataupun tidak sengaja
merusak dan membahayakan keberadaan alam.
3. Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)
Terkait dengan kedua prinsip
tersebut yakni prinsip solidaritas. Prinsip ini terbentuk dari kenyataan bahwa
manusia adalah bagian dari alam semesta. Oleh karena itu, manusia mempunyai
kedudukan yang sejajar dengan alam, maka akan membangkitkan perasaan
solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan sesama
makhluk hidup lain. Manusia lalu bisamerasakan apa yang dirasakan oleh makhluk
hidup lain. Manusia bisa merasakan sedih dan sakit ketika berhadapan dengan
kenyataan memilukan betapa rusak dan punahnya makhluk hidup tertentu. Ia
ikut merasa apa yang terjadi dalam alam, karena ia merasa satu dengan alam.
Prinsip ini lalu mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan dan semua
kehidupan yang ada di alam semesta. Prinsip ini juga mencegah manusia untuk
tidak merusak dan mencemari alam dan seluruh kehidupan di dalamnya, sama
seperti manusia tidak akan merusak kehidupannya serta merusak rumah tangganya
sendiri.
Prinsip ini berfungsi sebagai
pengendali moral, yakni untuk mengontrol perilaku manusia dalam
batas-batas keseimbangan kehidupan. Prinsip ini juga mendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro-alam, pro-lingkungan,
atau menentang setiap tindakan yang merusak alam. Khususnya mendorong manusia untuk mengutuk dan
menentak pengrusakan alam dan kehidupan di dalamnya. Hal ini semata-mata karena
mereka merasa sakit sama seperti yang dialami oleh alam yang
rusak.
4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulain terhadap Alam (Caring for Nature)
Prinsip
ini juga muncul dari kenyataan bahwa sesama anggota komunitas ekologis mempunyai hak untuk
dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan dirawat. Prinsip kasih sayang dan
kepedulian adalah prinsip tanpa mengharapkan balasan yang tidak didasarkan atas
kepentingan pribadi tetapi semata-mata karena kepentingan alam. Semakin
mencintai dan peduli kepada alam, manusia semakin berkembang
menjadi manusia yang matang, sebagai pribadi yang identitasnya kuat.
Manusia semakin tumbuh berkembang bersama alam, dengan segala watak dan
kepribadian yang tenang, damai, penuh kasih sayang, luas wawasannya seluas
alam.
5. Prinsip No Harm
Berdasarkan keempat prinsip moral
tersebut, prinsip moral lainnya yang relevan adalah prinsip no harm. Artinya,
karena manusia memiliki kewajiban moral dan tanggung jawab terhadap
alam, paling tidak manusia tidak akan mau merugikan alam secara tidak perlu.
Dengan mendasarkan diri pada biosentrisme dan ekosentrisme, manusia
berkewajiban moral untuk melindungi kehidupan di alam semesta ini. Sebagaimana juga
dikatakan oleh Peter Singer, manusia diperkenankan untuk memanfaatkan segala
isi alam semesta, termasuk binatang dan tumbuhan, untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Hal itu dilakukan dengan bijaksana
untuk tetap menghargai hak binatang dan tumbuhan untuk hidup dan hanya
dilakukan sejauh memenuhi kebutuhan hidup manusia yang paling vital. Jadi,
pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang bersifat kemewahan dan di luar
batas-batas yang wajar ditentang karena dianggap merugikan kepentingan makhluk hidup lain (binatang dan
tumbuhan). Dengan kata lain, kewajiban dan tanggung jawab moral bisa
dinyatakan dalam bentuk maksimal dengan melakukan tindakan merawat (care), melindungi, menjaga dan melestarikan
alam. Sebaliknya, kewajiban dan tanggung
jawab moral yang sama bisa mengambil bentuk minimal dengan tidak
melakukan tindakan yang merugikan alam semesta dan segala isinya :tidak
menyakiti binatang, tidak menyebabkan musnahnya spesies tertentu,
tidak menyebebkan keanekaragaman hayati di hutan terbakar, tidak membuang
limbah seenaknya, dan sebagainya.
6. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras Dengan
Alam
Yang
dimaksudkan dengan prinsip moral hidup sederhana dan selaras dengan alam adalah
kualitas, cara hidup yang baik. Yang ditekankan adalah tidak rakus dan tamak dalam mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak- banyaknya.
Prinsip ini penting, karena krisis ekologis sejauh ini terjadi
karena pandangan antroposentrisme yang hanya melihat alam sebagai
objek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia. Selain itu, pola
dan gaya hidup manusia modern konsumtif, tamak dan rakus. Tentu saja tidak berarti bahwa
manusia tidak boleh memanfaatkan alam untuk kepentingannya. Kalau manusia
memahami dirinya sebagai bagian integral dari alam, ia harus memanfaatkan alam
itu secara secukupnya. Ini berarti, pola konsumtif dan produksi manusia
modern harus dibatasi. Harus ada titik batas yang bias ditolerir oleh alam Pengembangan
Permukiman
Menurut
UU No. 4 Tahun 1992, permukiman mengandung pengertian sebagai bagian dari lingkungan hidup
di luar
kawasan lindung, baik berupa kawasan
perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian dan kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan penghidupan. Apabila dikaji dari segi makna,
permukiman berasal dari terjemahan kata human settelments yang mengandung
pengertian suatu proses bermukim. Dengan demikian terlihat jelas bahwa kata
permukiman mengandung unsur dimensi waktu dalam prosesnya. Melalui kajian
tersebut terlihat bahwa pengertian permukiman dan pemukiman berbeda. Kata
pemukiman mempunyai makna yang lebih menunjuk kepada objek, yang dalam hal ini
hanya merupakan unit tempat tinggal (hunian), contohnya seperti: rumah
susun, apartemen, dan perumahan.
Sebelum
membahas mengenai pengembangan permukiman, ada baiknya kita mengetahui tingkatan kebutuhan
manusia terhadap hunian yang dikategorikan sebagai
berikut (Maslow, 1970):
1.
Survival Needs
Tingkat kebutuhan yang paling dasar
ini merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi pertama kali. Pada tingkatan ini
hunian merupakan sarana untuk menunjang keselamatan hidup manusia.
2.
Safety and Security Needs
Kebutuhan terhadap keselamatan dan keamanan yang ada pada
tingkat berikutnya ini terkait dengan keselamatan dari kecelakaan,
keutuhan anggota badan, serta hak milik.
3.
Affilitation Needs.
Pada tingkatan ini, hunian merupakan sarana agar dapat
diakui sebagaianggota dalam golongan tertentu. Hunian disini berperan sebagai
identitas seseorang untuk diakui dalam golongan masyarakat.
4.
Esteem Needs.
Kebutuhan berikutnya terkait dengan aspek psikologis.
Manusia butuh dihargai dan diakui eksistensinya. Terkait dengan hal ini,
hunian merupakan sarana untuk mendapatkan pengakuan atas jati dirinya diri masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
5.
Cognitive and Aesthetic Needs
Pada tingkatan ini, produk hunian tidak hanya sekedar untuk
digunakan tetapi juga dapat memberi dampak kenikmatan (misalnya dinikmati
secara visual) pada lingkungan sekitarnya.
Dilihat
dari tingkatan tersebut, tuntutan masyarakat kota terhadap hunian berada
pada tingkatan 3, 4, dan 5. Berbeda dengan tuntutan masyarakat desa terhadap
hunian yang masih berada pada tingkatan 1, 2, dan 3. Oleh karena itu, dilakukan program untuk memenuhi
kebutuhan hunian dengan dilakukannya pengembangan dalam permukiman. Pada dasarnya,
pengembangan pemukiman berupa strategi pembangunan baik di kota maupun di desa. Berikut program-program pembangunan
tersebut:
C.
Program Pengembangan Permukiman Kota
1. Program Pengadaan Perumahan
Baru
Pembangunan perumahan baru harus
dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu :
a. Penyediaan infrastruktur, seperti
jaringan jalan, saluran sanitasi dandrainase, jaringan air bersih, dan jaringan
listrik.
b. Penyediaan fasilitas pendukung,
seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, sosial
masyarakat, serta fasilitas umum lainnya.
c. Ketersediaan ruang terbuka sebagai
fasilitas pendukung bagi kegiatan penghuninya, serta sebagai strategi
mempertahankan ketersediaan air bersih dalam jangka panjang.Program
pembangunan perumahan baru dapat dilaksanakan baik oleh pemerintah
(PERUMNAS) maupun pihak swasta.
2. Program Perbaikan Kampung
Berdasarkan strukturnya, kampung
merupakan salah satu elemen pembentuk kota. Secara fisik, kondisi kampung
di kota-kota besar saat ini pada umumnya
sangat buruk. Hal ini terutama dipicu karena masalah kepadatan. Tingginya
angka kepadatan penduduk dikampung-kampung diperkotaanmembawa berbagai dampak
negatif bagi kondisi kampung tersebut, yaitu:
a. Kehidupan sosial yang tidak teratur
b. Tingkat ketersediaan fasilitas umum
dan fasilitas sosial sangat rendah
c. Kurangnya infrastruktur
d. Tata guna lahan yang tidak teratur
e. Kondisi rumah yang kurang sehat
3. Program Peremajaan Kota
Pada program ini, dilakukan
pengaturan kembali struktur kota yang tidak sesuai. Tujuan program ini
adalah untuk memperbaiki, meningkatkan potensiyang telah ada dan untuk
menumbuhkan potensi yang baru, khususnya yangterkait
dengan aspek ekonomi.Sasaran kegiatan ini adalah peremajaan sarana
prasarana yang bersifatstrategis yang biasanya berupa:
a. Sarana dan prasarana dengan kualitas
yang sangat rendah.
b. Sarana dan prasarana yang mendukung
pengembangan suatu wilayah.
c. Sarana dan prasarana dikawasan yang
sering mengalami bencana.
4. Program Rumah Sewa
Program ini merupakan solusi terbaik
untuk mengatasi masalah hunian pada suatu wilayah perkotaan yang tingkat
kepadatannya sudah sangat tinggi serta sulit untuk mendapatkan lahan yang
kosong karena terbatasnya wilayah perkotaan tersebut. Rumah sewa disini,
dapat berupa apartemen, ruman susun, maupun
kontrakan.
D.
Program Pengembangan Permukiman Desa
1. Program Perbaikan Desa
Program ini merupakan Program
Perbaikan Lingkungan Desa Terpadu (P2LDT). Tujuan P2LDT adalah menciptakan
kondisi masyarakat desa yang memiliki kesadaran, kemampuan, dan keterampilan
untuk memperbaiki rumah dan lingkungan
desanya.
2. Pengembangan Pusat
Pertumbuhan Kecil
Adapun sasaran program pengembangan
pusat pertumbuhan kecil ini adalah sebagai berikut:
a. Memberikan infrastruktur desa dengan
cara yang paling efisien untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi desa
b. Menciptakan keterkaitan secara
efektif antara ekonomi desa dan kota
c. Mempergunakan sumber daya manusia
dan alan yang tersedia didaerahsecara maksimal
d. Memberikan kualitas pelayanan
ekonomi dan sosial yang tinggi untuk masyarakat desa
E.
Pembangunan Berwawasan Lingkungan Dalam Pengembangan Permukiman
Untuk
menciptakan kondisi yang kondusif bagi pengembangan lingkungan permukiman
yang berkesinambungan, maka diperlukan adanya perhatian dan penanganan
khusus bagi pengembangan lingkungan tersebut. Hal ini juga tersirat dalam hasil
konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup di Stockholm pada tahun 1972.
Pada
kesempatan itu disepakati bahwa tanggal 5 Juni merupakan Hari Lingkungan Hidup
se-Dunia. Selain itu, masalah yang berkaitan dengan lingkungan hidup juga
dijadikan topic utama didalam KTT Bumi tahun 1992 di Rio de Janeiro (Brazilia).
Berbekal kajian dari hasil referensi tersebut, maka bias disebutkan bahwa
pengembangan permukiman merupakan satu pasang dengan pembinaan lingkungan untuk mengatasi masalah lingkungan. Aktifitas
pembangunan, dalam proses pengembangan permukiman, secara umum dapat menimbulkan dampak pada
lingkungan. Dampak ini bisa positif ataupun negatif. Dampak positif akan
menguntungkan pembangunan, sementara dampak negatif, menimbulkan resiko bagi
lingkungan. Oleh karena itu, dibutuhkan pembangunan yang berwawasan pada
lingkungan. Kunci pembangunan berwawasan lingkungan adalah AMDAL
(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). AMDAL mempunyai maksud sebagai alat
untuk merencanakan tindakan preventif terhadap kerusakan lingkungan yang
mungkin akan ditimbulkan oleh suatu aktivitas pembangunan yang sedang
direncanakan. Di Indonesia, AMDAL tertera dalam Undang-undang nomor 23 tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan pelaksanaannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1999. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menetapkan bahwa setiap rencana
usaha dan/atau kegiatan (pembangunan) yang memungkinkan dapat menimbulkan
dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis
mengenai dampak lingkungan sekaligus sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
Dengan
dasar tersebut yang akan bertanggung jawab penuh terhadap kerusakan yang
mungkin terjadi akibat suatu proses pembangunan adalah pemilik atau pemprakarsa proyek pembangunan yang
bersangkutan dengan sepenuhnya membiayai dan menyelenggarakan AMDAL. Pentingnya
melibatkan peran serta masyarakat yang berdasarkan pula pada unsur-unsur nilai
lingkungan sosio- budayanya sudah disyarakatkan pula dalam Bab VI PP No.27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan. Menurut peraturan ini, rencana usaha atau kegiatan
wajib AMDAL harus diumumkan kepada masyarakat
sebelum pemprakarsa
menyusun AMDAL, dan warga masyarakat yang berkepentingan berhak mengajukan
saran, pendapat, dan tanggapan tentang rencana usaha atau kegiatan tersebut.
Pada tahun 2000 Pemerintah RI pernah mengeluarkan Surat Keputusan Kepala
Bapedal Nomor 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan
Informasi dalam Proses AMDAL yang mengatur proses keterlibatan masyarakat
secara lebih rinci. Masyarakat berhak tahu tentang perubahan lingkungannya,
karena masyarakat terdiri dari berbagai orang yang memiliki beragam informasi,
data, dan pengetahuan. Masyarakat harus sadar bahwa mereka memiliki pengetahuan
yang jauh lebih baik tentang wilayahnya daripada sekumpulan tenaga ahli yang
akan menggarap wilayahnya. Dalam hal ini, yang dapat dilakukan dalam proses
pengembangan permukiman antara lain
sebagai berikut :
1. Penggunaan teknologi bersih yang
berwawasan lingkungan dengan segala perencanaan yang baik dan layak. Jadi
disini, baik alat maupun bahan yangdipergunakan untuk mengembangkan permukiman
haruslah yang ramahlingkungan.
2. Pemanfaatan lahan, bahan ataupun
energi yang digunakan untuk pengembangan permukiman haruslah sehemat
mungkin.
3. Diperlukan adanya pengawasan dan
pemantauan terhadap jalannya pembangunan, sehingga sesuai dengan rencana
dan tujuannya.
4. Penerapan etika-etika lingkungan
dalam pengembangan permukiman.
5. Diperlukan
adanya kesadaran instansi yang mengelola proyek-proyek untuk tetap memenuhi kewajibannya
melaksanakan AMDAL.
6. Peran serta masyarakat dalam
mensukseskan pengembangan permukiman yang berwawasan lingkungan.