Semua organisme mempunyai kepekaan terhadap rangsangan (iritabilitas) sehingga mereka bereaksi terhadap rangsangan. Perilaku organisme yang yang akan dibahas di sini adalah tentang perilaku tumbuhan terhadap rangsangan / stimulus (eksternal maupun internal) yang dikenal sebagai tropisme, dan perilaku hewan terhadap stimulus yang disebut taksis. Yang juga penting dibahas di sini adalah perilaku hewan di alam yang disebut dengan etologi.
1. Tropisme
Stimulus eksternal yang menyebabkan tumbuhan bereaksi gerak biasanya adalah cahaya matahari, beberapa stimulus yang lain seperti sentuhan yang menyebabkan gerak nasty, yaitu suatu respon tumbuhan yang arah gerak tumbuhannya tak tergantung (independent) terhadap arah datangnya (asal) stimulus, seperti tumbuhan putri malu (Mimosa pudica) jika tersentuh menghasilkan respon yang disebut tropisme. Jadi, tropisme disebut sebagai respon tumbuhan terhadap rangsangan yang menghasilkan gerak tumbuh dan gerak tumbuhan yang tergantung (dependent) kepada arah datangnya stimulus. Gerak tumbuhan terhadap rangsangan gaya tarik bumi (gravitasi) disebut geotropisme. Geotropisme positif ditunjukkan oleh akar sedangkan batang tumbuhan menunjukkan geotropisme negatif. Cahaya matahari juga menghasilkan respon tumbuhan yang non gerak seperti proses fotosintesis.
Cahaya matahari bertindak sebagai katalisator di samping klorofil (zat hijau daun) yang berada dalam dalam butir-butir kloroplas untuk menghasilkan reaksi kimia dari bahan-bahan anorganik yang diperolehnya seperti gas asam arang (karbondioksida) dan air kemudian diubahnya menjadi bahan organik (karbohidrat) dan gas oksigen sebagai hasil sampingnya. Karena reaksi kimia ini tidak menghasilkan gerak visual, maka proses fotosintesis ini tidak dapat dikategorikan sebagai perilaku tumbuhan.
2. Hormon Tumbuhan
Hormon adalah bahan kimia dalam konsentrasi yang sangat kecil yang dihasilkan oleh suatu bagian badan dari sebuah organisme dan dikirimkan ke bagian lain dari organisme tersebut untuk menunjang berbagai kegiatan hidupnya.
Pada tumbuhan dikenal 5 kelompok hormon utama, yaitu auksin, giberalin, sitokinin, asam absisi (abscisic acid) dan etilen. Auksin dikenal karena peranannya dalam fototropisme, hormon pertumbuhan yang bereaksi langsung terhadap cahaya. Auksin juga berperan dalam perpanjangan koleoptil. Kelompok hormon tumbuhan lain adalah giberalin. Hormon ini diperoleh dari sejenis jamur, alga hijau, alga coklat, dan tumbuhan vaskuiar lain. Peranan utama giberalin ini di tumbuhan tingkat tinggi adalah merangsang pertumbuhan sel-sel batang. Efek lain dari hormone ini adalah memacu pertumbuhan daun dan terutama pada tumbuhan monokotil, menghalangi pembentukan akar, merangsang pertumbuhan sel-sel ujung batang, diferensiasi jaringan phloem, dan pertumbuhan bunga jantan.
Hormon sitokinin dikenal sebagai hormon pertumbuhan, yang juga berperan dalam pembentukan buah dan biji. Sitokinin juga dapat memperlambat proses penuaan. Kalau auksin, giberalin, dan sitokinin merupakan hormon-hormon pemacu pertumbuhan, maka asam absisi justru sebagai penghambat pertumbuhan (growth inhibitor). Asam ini diproduksi di daun tua dan diedarkan ke seluruh badan tumbuhan. Jika konsentrasi asam absisi lebih tinggi daripada giberelin dan sitokinin, maka pada akhir musim tumbuh, asam ini akan menginduksi meristen pucuk untuk berhenti membelah diri, sehingga akan memicu dormansi dari tunas dan biji. Peranan yang penting dari asam absisi selama musim tumbuh adalah dapat dengan cepat menutup stomata begitu musim kering tiba.
Hormon tumbuhan yang lain, etilen berupa gas pada suhu dan tekanan normal. Produksi dan efek dari etilen kelihatannya berhubungan erat dengan keberadaan auksin, ia merangsang produksi dan pelepasan etilen sehingga etilen akan menghambat efek auksin. Jadi, produksi etilen oleh tunas lateral akan menghambat pertumbuhan pucuknya. Proses ini dipengaruhi oleh penurunan konsentrasi auksin dan didukung oleh hormone etilen yang memegang peranan penting dalam proses penuaan tubuh tumbuhan dan pematangan buah.
3. Proses Pembungaan
Bunga adalah alat reproduksi seksual pada tumbuhan tingkat tinggi. Untuk berhasilnya proses reproduksi terhadap pembentukan bunga sangat tergantung pada kondisi lingkungan yang cocok. Beberapa tumbuhan membutuhkan suhu lingkungan yang cocok untuk melaksanakan reprodusi seksual.
Respon dari tumbuhan terhadap panjang hari disebut fotoperiodisme. Berdasarkan kepada pengaruh fotoperiodisme terhadap pembungaannya inilah maka dikenal 3 kelompok tumbuhan :
• Tumbuhan hari pendek
• Tumbuhan hari panjang
• Tumbuhan netral (yang tak terpengaruh oleh panjang hari)
Walaupun tumbuhan tidak bersistem syaraf seperti halnya hewan, tetapi tumbuhan menunjukkan respon biologis terhadap rangsangan eksternal (cahaya) tersebut.
Beberapa tumbuhan lain membutuhkan suhu tertentu untuk berbunga. Pembungaan yang terjadi karena suhu rendah dikenal sebagai vernalisasi. Contohnya tumbuhan wortel. Pada tahun pertama ia tumbuh secara vegetative dengan menyimpan kelebihan makanannya di akarnya. Pada musim dingin tahun kedua ia berbunga dan melaksanakan reproduksi. Jika ia tetap pada berada pada lingkungan yang hangat, ia akan meneruskan pertumbuhan vegetatifnya dan tidak melakukan reproduksi seksual.
4. Taksis
Dalam mempelajari perilaku hewan, kita menganggap bahwa hewan dapat melihat, merasa, dan mempunyai emosi seperti kita. Pergerakan dari hewan (menjauhi atau menuju stimulus) karena cahaya, bahan kimia, panas dan sebagainya disebut taksis.
Selain itu, ada hewan yang mengubah kecepatan gerakannya karena perubahan rangsangan lingkungannya, ini disebut dengan kinesis. Taksis mencakup perilaku hewan berupa respon terhadap tanda atau isyarat dari lingkungannya termasuk dari organisme lain. Contohnya : migrasi cacing tanah ke permukaan tanah setelah hujan.
5. Etologi
Hewan menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan luarnya dengan mensingkronkan proses-proses metabolismenya dan perilakunya. Umumnya perilaku hewan tergantung kepada irama biologis ini. Ada hewan yang disebut sebagai hewan diurnal sebab ia sangat aktif pada siang hari seperti lebah madu, burung dara, dan sebagainya, dan sebaliknya ada yang disebut hewan nokturnal sebab sangat aktif pada malam hari seperti tikus, burung hantu, dan sebagainya.
Pada hewan, kita mengenal perilaku bawaan (innate behavior) dan perilaku belajar (learned behavior). Perilaku bawaan biasa disebut perilaku tanpa belajar. Belajar (learning) adalah suatu proses di mana hewan mengambil manfaat dari pengalamannya. Jadi, perilakunya dapat disesuaikan dengan kondisi lingkungannya. Dua buah contoh dari perilaku belajar ini ialah habituasi (habituation), hewan menjadi terbiasa di lingkungan / keadaan yang baru, dan rekaman (imprinting) berupa proses rekaman pengalaman pertama.
Pengetahuan “imprinting” pada hewan diperkenalkan pertama kali oleh seorang ahli biologi Austria, Dr. Konrad Lorenz, ketika ia menetaskan telur itik. Lorenz menemukan cara balajar yang bergantung kepada satu pengalaman saja. Anak itik yang baru saja menetas ini akan mengikuti benda bergerak yang pertama kali dilihatnya, yang biasanya adalah induknya. Karena telurnya menetas di inkubator, maka anak itik ini merekam bahwa Dr. Lorenz adalah ‘induk’nya.
6. Beberapa Pola Perilaku Hewan
Banyak hal yang dilakukan hewan dalam rangka kelangsungan hidup dan berkembangbiak. Dua hal yang akan dipaparkan dalam makalah ini ialah perilaku migrasi dan perilaku teritorialitas.
Migrasi adalah perpindahan dari suatu areal tertentu ke areal lainnya baik satu kali perjalanan ataupun bolak-balik dari tempat asal ke tempat lain. Bila kondisi lingkungan cukup mengkhawatirkan dan sumber makanan hamper tidak ada lagi.
Ada dua cara yang dilakukan hewan untuk mengatasi kondisi tersebut :
• Pertama, sebagian spesies mengadaptasi dirinya dengan cara menekan energi, yaitu dengan cara tidur dalam jangka waktu yang panjang (hibernasi).
• Kedua, hewan meninggalkan lingkungan tempatnya menuju kondisi yang lebih sesuai yang biasa disebut migrasi.
Perilaku Teritorialitas adalah perilaku sosial yang bernilai untuk mempertahankan hidup jenis hewan tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh berbagai jenis hewan mulai dari hewan Avertebrata sampai hewan Vertebrata. Perilaku ini misalnya pada bangsa burung, dimulai dengan yang jantan berkicau pada suatu wilayah yang belum ada ‘pemiliknya’. Kicauan burung ini menunjukkan bahwa ia telah menguasai wilayah tersebut dan tidak ada burung jantan lain boleh memasukinya. Jika kemudian ada burung jantan lain yang datang maka akan terjadi pertarungan singkat, dengan hasil burung pendatang selalu kalah dan pergi meninggalkan tempat tadi.
Perilaku teritorial ini dipengaruhi oleh hormon kelamin jantan yang menyebabkan masaknya sel-sel kelamin. Itulah sebabnya mengapa burung betina yang datang tidak diusir dan bahkan dijadikan pasangan untuk berkembangbiak. Kawasan yang dipertahankan oleh burung jantan tentulah kawasan yang sudah tersedia cukup makanan sehingga anak-anaknya kelak dapat memperoleh makanan yang cukup yang tersedia di teritorinya. Jadi, perilaku teritorial berkaitan erat dengan pola hidup hewan tersebut agar proses perkembangbiakannya berhasil.
Ukuran teritorial cenderung fleksibel. Jika jumlah populasi rendah, ukuran teritori besar. Jika makanan melimpah, ukuran teritori cenderung menyempit sebab tidak ada gunanya mempertahankan teritori yang besar. Sebaliknya, jika populasi terlalu tinggi tidak perlu lagi mempertahankan teritori karena keadaan tidak memungkinkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar